Rahasia
Pandangan
Ketika kita
melihat suatu keindahan dengan sekilas pandang, maka yang kita dapatkan adalah
keindahan semu. Namun ketika melayangkan pandang sekali lagi, maka kita akan
memperoleh pembenaran dari keindahan yang kita lihat sebelumnya.
Begitu juga saat
kita mengenal seseorang, ketika keindahan fisik menjadi patokan lirikan mata,
pandangan itu pula yang menghadirkan kerinduan untuk bertemu lagi. Tapi apa
yang kebanyakan terjadi, ketika pertemuan itu kembali berulang, kita dapat
melihat secara lebih jelas detail dan keseluruhannya, kekurangan selalu muncul
untuk mengurungkan pujian. Namun ketika pandangan ini tidak begitu berarti
karena keindahan yang sebelumnya tak menarik hati, justru karena pembenaran
pandangan kali kedua kelihatan lebih berbeda. Itulah rahasia pandangan,
mengenal lebih baik daripada ketika harus memutuskan penilaian terhadap
seseorang hanya berdasarkan sekilas pandang, berdasarkan gerak tubuh, namun
pembicaraan yang terurai yang terciptalah sebagai penentu nilai yang sebenarnya.
Tulisan ini ditulis ketika adanya pembicaraan santai
diruangan customer service kantor Pos Sukabumi. Tulisan ini juga tidak
bermaksud untuk merendahkan suatu kaum tertentu, tapi sebagai pengalaman hidup
untuk mencari suatu pembelajaran. Dan cerita ini bukanlah gambaran masyarakat
secara menyeluruh, melainkan beberapa oknum saja.
Disiang itu,tatkala
kami duduk-duduk santai di bangku antrian, tiga orang wanita muda muncul menuju
ruangan tempat kami mengobrol mengisi waktu. Pertama terlintas di kepala adalah
mereka pelanggan yang komplen karena kurang baiknya pelayanan yang diberikan
perusahaan. Namun ketika di dengar lebih jauh, salah seorang dari mereka, yang
berkostum baju kaos merah dengan celana jeans trendi seperti kebanyakan gaya
busana yang dipakai oleh anak muda zaman sekarang bermaksud mengurus legalisasi
surat menyurat dan dokumen perceraian. Tak pelak yang terlintas dibenakku,
wanita muda yang lumayan cantik, harus menyandang status janda, apa kata
dunia????
Di kampungku,
kota kecil yang bernama Mukomuko di bagian paling utara propinsi Bengkulu,
status janda sangat lah tidak baik untuk predikat seorang wanita, apalagi
seorang wanita muda. Status janda menjadi sangat terhormat ketika maut yang
menjadi pemisah, itulah ujian cinta yang sebenarnya. Namun status janda yang
tercipta dari sebuah perceraian, apalagi terjadi berkali-kali adalah sebuah
cemo’ohan yang mengundang aib melalui pergunjingan bahwa pelaku bukanlah orang baik-baik, yang tidak
mampu menjaga kehormatan keluarga. Sekali lagi wanita yang menjadi ujung tombak
penilaian, meskipun tidak selalu
demikian, karena pria juga mempunyai peranan kunci terhadap terjadinya sebuah perceraian.
Itulah pola nilai masyarakat timur, realita patriarki masih sangat kental
menjadi anutan.
Setelah ketiga
wanita tadi beranjak dari tempat duduk di depan meja customer service, kami lalu menghampiri ibu yang bertugas sebagai customer service di kantor itu. ibu itu
pun akhirnya bercerita panjang lebar tentang kebiasaan yang terjadi di daerah setempat.
“kawin cerai mah biasa disini” ungkap ibu itu dengan logat sundanya. Kami pun
semakin tertarik untuk menyimak lebih jauh. “masih muda-muda lagi, kebanyakan
mereka cerai karena masalah uang”, lanjut ibu itu. “dulu ada yang bercerai
gara-gara tidak dibelikan mobil oleh suaminya”. Aku pun tersentak mendengar
pengakuan ibu yang terakhir ini. Masa cuma gara-gara sebuah mobil, martabat
sebuah rumah tangga harus dikorbankan. Penasaran kami pun semakin muncul.
Dengan mimik yang serius, aku bersama dua rekan yang sama-sama sedang mengikuti
OJT (on the job training) dikantor
Pos Sukabumi mulai mendengar dengan seksama cerita pengalaman dan pengamatan
ibu itu tentang polah tingkah dan kebiasaan sebagian masyarakat setempat.
Rata-rata
masyarakat setempat, khususnya kaum hawa memiliki kegemaran bersolek. Jadi
tidak heran ketika menjumpai perempuan-perempuan cantik yang semakin cantik
dengan polesan riasan dan gincu yang menempel di wajah dan bibir mereka. Wajah
yang kelihatan tidak menarik sebelumnya pun menjadi lebih berbeda dan terlihat
mencolok dari biasanya. Itulah ciri khas masyarakat disini, penampilan adalah
modal awal untuk menarik dan menangkap pandangan lawan jenis. Begitu sangat
menggoda nya mereka…
Namun pada
sebagian orang, kebiasaan seperti ini telah merobah pola pikir mereka menjadi
lebih Heidonis. Mereka menggunakan modal wajah pemikat nan rupawan untuk
mendapatkan pria-pria kaya yang bisa mensuplai pundi-pundi uang pemenuh
kebutuhan primer mereka. Segala sesuatunya tergantung dari seberapa tingginya
pangkat seseorang, seberapa tebalnya dompet yang terselip di kantong celana,
dan seberapa banyak nya harta yang bisa dikalkulasi untuk hari-hari kedepan.
Inilah hidup yang meletakkan dasar harta benda sebagai pemuas nafsu dunia,
bukan karena putihnya cinta yang telah memalingkan wajah untuk sebuah
penghambaan karena indahnya sebuah akhlak yang mulia.
Yang lebih
mengejutkan lagi, ada juga sebagian orang yang rela dinikahi secara kontrak
dalam periode tertentu dengan orang-orang luar. Pada akhirnya ketika masa
tinggal orang yang bersangkutan habis, maka habis pula cinta diantara mereka.
Sebenarnya ini bukan cinta, melainkan padamnya gairah untuk menyanjung karena
telah lenyapnya sumber uang yang pergi begitu saja. Lalu, bagaimana dengan
nasib anak-anak mereka???
Ibu itu kembali
melanjutkan ceritanya, anak-anak yang terlahir itu biasanya dititipkan dengan
nenek/kakeknya ataupun keluarga lainnya. Alhasil, anak-anak ini kehilangan
kasih sayang, dan yang lebih celaka, mereka tidak mengenal siapa orang tua
mereka sebenarnya. Kalaupun mereka tahu orang tua mereka, mereka tidak pernah
merasakan hangat nya belaian seorang ibu ketika menidurkan bayinya di pangkuan,
kekarnya tangan seoarng ayah ketika sedang menggendong buah hati nya. Itulah
realita yang ada!
Lalu kemana para
orang tua itu setelah melahirkan mereka? Sebagian ada yang mencoba peruntungan menjadi TKI di
beberapa Negara jiran, sebagian ada yang menikah lagi tanpa mau disibukkan
dengan membawa anak mereka ke rumah baru nya. Kewajiban sebagai orang tua hanya
dijalankan sebatas mengirimkan uang bulanan untuk biaya hidup anaknya. Sungguh
miris rasanya memiliki orang tua seperti ini.
Itulah
pengkhianat cinta, orang yang mengatakan cinta ketika segepok uang kertas
terlihat mempesona, orang mengatakan sayang ketika melihat betapa kilaunya emas
dan intan berlian sebagai perhiasan, orang yang mengatakan kasih tatkala
terpaut dengan wajah yang rupawan. Percayalah kawan, sebuah firman Tuhan ini
pangkulah sebagai kebenaran dan jalan pasti dalam mencapai pelabuhan
kebahagian, “Sesungguhnya wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik,
begitu juga sebaliknya”.
Diakhir cerita,
ibu itu berkata,” kalau ada para pemangku jabatan yang bertugas di sini tidak
tergoda dengan rayuan dan godaan dari dara-dara jelita setempat, itulah makhluk
yang sebaik-sebaiknya dengan iman kuat di dalam dada”.
Sekali lagi,
janganlah melihat keindahan dari sebagian pandangan, lihatlah dua kali untuk
pembenaran. Jangan lah mengagungkan kasih sayang karena harta yang bergelimang,
kenalilah hati dan bicaralah dengan
kalbu yang terdalam.
Percakapan ini
pun terhenti ketika jam istirahat siang sudah memanggil perut kami yang
kelaparan. Semoga ini dapat memberikan sedikit pengertian bagi teman-teman yang
dalam tahap penjajakan untuk memulai sebuah komitmen berkelanjutan. Semoga
sebuah pilihan akan menjadi pilihan yang tak pernah lekang.
Amin!!!
@kost2an OJT POK,
Sukabumi 2012